Tanampaksa adalah kegiatan menanam secara paksa tanpa diberi upah. Dalam hal ini rakyat dipaksa untuk menanam bahkan memberi sebagian tanah mereka untuk dijadikan ladang. Karena Belanda memiliki beragam tanaman yang tergolong sangat berkualitas maka pihak Belanda membawa beragam tumbuhan—seperti tebu, kopi, nila, lada, teh dan kayu manis—untuk ditanam di tanah yang subur, khusunya di daerah Jawa.
PengertianTanam Paksa. Pada tahun 1830, pemerintah Belanda mengirimkan Johannes Van der Bosch ke Indoensia sebagai gubernur jenderal. Tugas pokok Van der Bosch untuk mengganti dana sebanyak-banyaknya dalam rangka mengisi kas negara Belanda yang kosong. Dengan diberlakukannya sistem ini, rakyat dipaksa menanam tanaman tertentu yang sangat
Penghapusansistem tanam paksa. Secara berangsur-angsur penghapusan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel adalah sebagai berikut. a. Pada tahun 1860, penghapusan tanam paksa lada. b. Pada tahun 1865, penghapusan tanam paksa untuk teh dan nila. c. Pada tahun 1870, hampir semua jenis tanam paksa telah dihapuskan.
Kelompokyang menentang Tanam Paksa adalah kelompok masyarakat yang merasa kasihan terhadap penderitaan rakyat pribumi. Nederlansche Handel Matschappij): perusahaan dagang yang didirikan oleh Raja William I di Den Haag pada 9 Maret 1824 sebagai promosi antara lain bidang perdagangan, perusahaan pengiriman, dan pemegang peran penting dalam
NM 02 Juni 2021 00:50. yang tidak termasuk ketentuan tanam paksa adalah. a. seperlima tanah harus ditanami tanaman eksport b. setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak akan dikembalikan. c. kegagalan panen tidak ditanggung oleh pemerintah. d. penduduk yang tidak punya tanah mengganti dengan bekerja 66 hari.
ISTORIAVolume VIII Nomor 1 September 2010 A. Pendahuluan yang tradisional istilah itu diganti Selepas Syarikat Hindia Timur menjadi "Tanam Paksa" yang
Oo6q0d. - Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda melalui Gubernur Jenderal Johannes van Den Bosch 1830-1833. Pemberlakuan tanam paksa menjadi salah satu periode kelam dalam sejarah Indonesia dan menuai kritik keras dari sejumlah Sistem Tanam Paksa ini dicetuskan pada 1830 atau ketika van Den Bosch mulai menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ketentuannya, setiap desa wajib menyisihkan 20 persen tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor yang ditentukan pemerintah kolonial, seperti kopi teh, tebu, dan nila. Pada dasarnya, sistem ini adalah cara baru yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial untuk dapat mengeksploitasi sumber daya alam Hindia Belanda Indonesia demi kepentingan penjajah atau Kerajaan dikeluarkan karena kebijakan sistem sewa tanah landrente yang diberlakukan pada masa Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles 1811-1816 gagal memenuhi kebutuhan ekspor. Secara garis besar, tujuan dari Cultuurstelsel ialah untuk mengatasi krisis keuangan Belanda. Kebijakan Cultuurstelsel ini akhirnya dihentikan setelah menuai protes keras dari berbagai kalangan yang melihat bahwa telah terjadi banyak penyelewengan dari pelaksanaan dari sistem tanam paksa. Baca juga Sejarah Perang Diponegoro Sebab, Tokoh, Akhir, & Dampak Kronologi Sejarah Perang Padri Tokoh, Latar Belakang, & Akhir Sejarah Perang Aceh Kapan, Penyebab, Proses, Tokoh, & Akhir Latar Belakang & Tujuan Tanam Paksa Dikutip dari Agnes Dian dalam penelitiannya berjudul "Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Jawa Tahun 1830-1870" 2006, kebijakan sewa tanah yang diterapkan pada era Raffles tak berjalan sebagaimana memperoleh keuntungan besar, sistem ini malah menimbulkan kerugian dengan turunnya pendapatan dari hasil pertanian. De Klerck dalam History of the Netherlands East Indies 1987 58, menuliskan bahwa sistem sewa tanah yang dikeluarkan Raffles gagal memberikan keuntungan bagi pemerintah dan rakyat. Inilah yang kemudian menjadi dasar van Den Bosch mencetuskan sistem tanam paksa sejak ia mulai menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1830. Selain itu, kebijakan tanam paksa dikeluarkan sebagai upaya untuk mengatasi krisis keuangan yang dialami Hindia Belanda maupun Kerajaan Belanda. Wulan Sondarika dalam penelitian bertajuk "Dampak Cultuurstelsel Tanam Paksa Bagi Masyarakat Indonesia dari Tahun 1830-1870" dalam Jurnal Artefak, menyebutkan bahwa krisis keuangan itu terjadi dikarenakan untuk pemenuhan biaya Perang Jawa Perang Diponegoro tahun 1825-1830. Kebijakan Cultuurstelsel pada dasarnya bertujuan untuk mengembalikan kondisi keuangan Belanda menjadi pulih selepas krisis usai perang Jawa. Selain itu, juga bertujuan untuk memberikan keuntungan yang besar bagi pemerintah kolonial. Baca juga Penyebab Sejarah Pemberontakan DI/TII Daud Beureueh di Aceh Sejarah Pemberontakan Andi Azis Penyebab, Tujuan dan Dampaknya Sejarah Pemberontakan DI/TII Amir Fatah di Jawa Tengah Aturan Tanam Paksa Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo dalam Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial-Ekonomi 1991 yang dikutip dari Lembar Negara Staatsblad No. 22 Tahun 1834 menyebutkan Sistem Tanam Paksa dijalankan dengan aturan sebagai berikut Melalui persetujuan, penduduk menyediakan sebagian tanahnya untuk penanaman tanaman perdagangan yang dapat dijual di pasaran Eropa. Tanah yang disediakan untuk penanaman perdagangan tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman perdagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang dibutuhkan untuk menanam padi. Bagi tanah yang ditanami tanaman perdagangan dibebaskan dari pajak tanah. Apabila nilai hasil tanaman perdagangan melebihi pajak tanah yang harus dibayar, maka selisih positifnya harus diberikan kepada rakyat. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah. Penduduk desa mengerjakan tanah mereka dengan pengawasan kepala-kepala yang telah ditugaskan. Baca juga Sejarah Penyebab Keruntuhan Kerajaan Samudera Pasai Sejarah Proses Masuknya Agama Kristen Katolik ke Indonesia Arti Gold, Glory, Gospel 3G Sejarah, Latar Belakang, & Tujuan Penyimpangan Tanam Paksa Dalam prakteknya, terjadi banyak penyelewengan dalam pelaksanaan Sistem Tanam Paksa, antara lain Tanah yang harus diserahkan rakyat melebihi ketentuan. Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap terkena pajak. Rakyat yang tidak punya tanah garapan harus bekerja di pabrik atau perkebunan milik kolonial selama lebih dari 66 hari. Kelebihan hasil tanam dari jumlah pajak tidak dikembalikan. Kerugian akibat gagal panen ditanggung oleh petani. Salah satu penyebab terjadinya banyak praktek penyimpangan ini adalah para pejabat lokal yang tergiur janji dari pemerintahan kolonial yang menerapkan cultuur procenten prosenan tanaman adalah sistem pemberian hadiah oleh pemerintah kolonial kepada kepala pelaksana tanam paksa penguasa lokal dan kepala desa di daerah yang mampu menyerahkan hasil panen melebihi juga Pemberontakan Sadeng vs Majapahit Dendam Kematian Nambi Sejarah Kabupaten Tuban Bermula dari Ronggolawe vs Majapahit Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Kerajaan Majapahit Dampak Tanam Paksa Robert Van Niel dalam Warisan Sistem Tanam Paksa Bagi Perkembangan Ekonomi Berikutnya 1988 menyebutkan, beberapa dampak dari Sistem Tanam mempengaruhi tanah kemudian dikaitkan dengan sistem ekonomi pedesaan dan munculnya tenaga buruh yang murah, Cultuurstelsel juga berdampak terhadap munculnya pembentukan modal di desa. Sistem tanam paksa juga telah menghancurkan desa-desa di Jawa karena telah memaksa mengubah hak kepemilikan tanah desa menjadi milik bersama dan dengan demikian merusak hakhak perorangan yang lebih dulu atas tanah. Selain dampak negatif, Tanam Paksa juga menghasilkan dampak yang positif. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 2008 memaparkan bahwa terjadi penyempurnaan fasilitas, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, pabrik dan gudang untuk hasil budidaya. Baca juga Sejarah Kejayaan Kesultanan Mataram Islam Masa Sultan Agung Sungai Citarum dan Banjir Jakarta dalam Sejarah Kerajaan Sunda Sejarah Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara Sebab, Peninggalan, Raja Secara garis besar, dampak Cultuurstelsel dapat dikategorikan dalam beberapa aspek sebagai berikutBidang Pertanian Penanaman tanaman komoditas di Hindia Belanda menjadi lebih massif dan luas, di antaranya kopi, teh, tebu, dan lain-lain. Meningkatkan kesadaran pemerintah kolonial untuk meningkatkan produksi beras. Bidang Sosial Terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Terjadi bencana kelaparan di berbagai daerah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat, namun justru menghambat perkembangan desa itu sendiri. Terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduk di desa-desa. Timbulnya kerja rodi, yakni kerja paksa bagi penduduk tanpa upah yang layak. Bidang Ekonomi Pekerja mulai mengenal sistem upah. Sebelumnya, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotong royong terutama. Terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Hasil produksi tanaman ekspor bertambah dan mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian rakyat di kemudian hari. Baca juga Sejarah Perundingan Roem-Royen Latar Belakang, Isi, Tokoh Sejarah Demokrasi Parlementer Ciri-ciri, Kekurangan, & Kelebihan Macam Teori Kekuasaan Negara Menurut John Locke & Montesquieu Akhir dan Tokoh Tanam Paksa Tokoh utama Sistem Tanam Paksa tentu saja adalah Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch yang merupakan pencetus kebijakan ini sejak itu, ada beberapa tokoh intelektual Belanda yang memprotes Cultuurstelsel karena terjadi banyak penyelewengan, seperti Eduard Douwes Dekker, Baron van Hoevell, Fransen van de Putten, dan Douwes Dekker, misalnya, merilis buku berjudul “Max Havelar” dengan nama samaran Multaltuli. Buku yang diterbitkan pada 1830 ini mengungkap berbagai penyelewengan tanam paksa dan penindasan pemerintah kolonial di Fransen van de Putte menerbitkan artikel bertajuk “Suiker Contracten” atau "Perjanjian Gula" yang amat merugikan kaum petani atau masyarakat lokal di Hindia protes dan reaksi yang muncul membuat pemerintah Belanda mulai menghapus Sistem Tanam Paksa secara bertahap. Cultuurstelsel resmi dihapuskan sejak 1870 berdasarkan Undang-Undang Agraria atau UU juga Peninggalan Sejarah Kerajaan Majapahit Situs Prasasti dan Candi Sejarah Raden Wijaya Sang Raja Pertama Majapahit Fitnah Pemberontakan Lembu Sora dalam Sejarah Majapahit - Sosial Budaya Kontributor Alhidayath ParinduriPenulis Alhidayath ParinduriEditor Iswara N Raditya
Ilustrasi artikel Sejarah Singkat Sistem Tanam Paksa dan Jenis Tanaman yang Menjadi Fokusnya. Sumber tanaman yang menjadi fokus sistem tanam paksa adalah kopi, tebu, tembakau, dan nila. Tanaman-tanaman tersebut adalah tanaman yang dapat diekspor ke pasaran dunia. Dalam perkembangannya kebijakan tanam paksa sangat merugikan bagi rakyat. Berikut ini adalah penjelasan mengenai sejarah singkat sistem tanam artikel Sejarah Singkat Sistem Tanam Paksa dan Jenis Tanaman yang Menjadi Fokusnya. Sumber Singkat Sistem Tanam Paksa dan Jenis Tanaman yang Menjadi FokusnyaMenurut buku Ilmu Pengetahuan Sosial oleh Sugiharsono, dkk 2008 56, sistem tanam paksa adalah kebijakan Gubernur Jenderal Van den Bosch yang mewajibkan para petani jawa menanam tanaman-tanaman yang dapat diekspor ke seluruh dunia. Ciri utama dari sistem tanam paksa adalah mewajibkan rakyat di Jawa untuk membayar pajak dalam bentuk barang hasil pertanian yang mereka buku Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia oleh Adi Sudirman 2019 206, ketentuan sistem tanam paksa terdapat dalam Lembaran Negara Tahun 1843 No. 22, antara lain sebagai berikutLahan yang disediakan untuk tanaman wajib harus atas persetujuan pertanian yang disediakan penduduk untuk tanaman wajib tidak boleh melebihi seperlima yang diperlukan untuk menanam tanaman wajib tidak boleh melebihi waktu menanam padi. Tanah yang digunakan menanam tanaman wajib tidak boleh melebihi luas lahan menanam wajib yang dihasilkan harus diberikan kepada pemerintah. Jika hasil yang diperoleh lebih dari yang ditaksir, lebihnya diserahkan panen ditanggung oleh pemerintah asal penyebabnya bukan karena kurang rajinnya desa mengerjakan tanah-tanah mereka di bawah pengawasan kepala desa, sedangkan pegawai Eropa melakukan pengawasan terbatas agar penanaman dan panen berjalan baik dan tepat pada waktunya. Sistem tanam paksa menimbulkan berbagai akibat yang merugikan rakyat. Menurut buku Seri IPS Sejarah 2 SMP Kelas VII oleh Drs. Prawoto, 2007 11, kerugian tanam paksa bagi rakyat adalahMenimbulkan kesengsaraan, kemiskinan, dan kelaparan terutama di kalangan petani, seperti di Cirebon, Demak, dan Grobogan. Meskipun panennya gagal, mereka tetap dikenakan pajak dan rodi berjalan kolonial Belanda memberikan sanksi kepada petani yang meninggalkan tanahnya dengan cara merampasnya. Petani yang tanahnya dirampas semakin artikel Sejarah Singkat Sistem Tanam Paksa dan Jenis Tanaman yang Menjadi Fokusnya. Sumber penjelasan mengenai sejarah singkat sistem tanam paksa dan jenis tanaman yang menjadi fokusnya. Semoga dapat menambah wawasan anda mengenai sejarah Indonesia. IND
Jika menengok kembali pada masa penjajahan Belanda di Indonesia maka kita tidak akan asing dengan istilah tanam paksa atau cultuurstelsel. Sebuah sistem yang disebut tanam paksa ini pernah dialami oleh rakyat Indonesia pada tahun 1830. Sistem tanam paksa diberlakukan pada masa itu karena didasari sebuah upaya menghidupkan kembali gerakan ekploitasi yang sudah berlaku sebelumnya, yaitu pada masa VOC. Pada masa itu, VOC dan sistem tanam paksa ini memiliki kesamaan yaitu sistem pajak tanah dan ekploitasi ini diberlakukan oleh seorang gubernur Belanda—pada masa penjajahan—bernama Johannes Van de Bosch. Sebelum sistem dan aturan tanam paksa di Indonesia ini berlaku, Belanda menghadapi masalah serius akibat perang yang dilakukan di beberapa wilayah. Seperti di tanah Jawa, Bonjol, serta negara lain. Akibatnya Belanda di ambang kebangkrutan lantaran banyaknya biaya yang harus mereka keluarkan untuk perang tersebut, terutama masalah Paksa di IndonesiaMaka untuk menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah Belanda dalam hal ini gubernur Johannes Van de Bosch diberikan tugas yang sangat pokok. Tugas tersebut adalah mencari dan menghasilkan dana untuk kemudian diserahkan kepada negara Belanda guna mengisi kebutuhan dan menutupi kekosongan kas yang disebabkan oleh perang, serta tentu saja untuk membiayai perang selanjutnya. Kemudian, gubernur Johannes Van de Bosch menemukan sebuah cara yaitu memanfaatkan tenaga kerja rakyat Indonesia dengan memberlakukan sistem tanam paksa yang tentu saja hal ini berdampak tidak menguntungkan bagi rakyat pembahasan ini berlanjut, terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian tanam paksa dan sejarahnya dan tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan tanam paksa ini sedikit banyak telah memberikan dampak bagi rakyat Indonesia pada berbagai bidang. Tanam paksa adalah kegiatan menanam secara paksa tanpa diberi upah. Dalam hal ini rakyat dipaksa untuk menanam bahkan memberi sebagian tanah mereka untuk dijadikan ladang. Karena Belanda memiliki beragam tanaman yang tergolong sangat berkualitas maka pihak Belanda membawa beragam tumbuhan—seperti tebu, kopi, nila, lada, teh dan kayu manis—untuk ditanam di tanah yang subur, khusunya di daerah Jawa. Hal ini dilakukan semata-mata demi kepentingan Belanda dan tentu saja harga yang ditetapkan oleh Belanda sangat tinggi sehingga menghasilkan keuntungan yang juga tinggi yang berdampak kepada semakin makmurnya negeri Belanda dan rakyat Indonesia sendiri mengalami penderitaan dan Tanam Paksa di IndonesiaSistem tanam paksa ini berlangsung sampai pada tahun 1870. Pemicu dihapusnya sistem ini adalah munculnya pertentangan di antara golongan liberal dan humanis dan juga bersamaan dengan ini diberlakukannya Undang-undang Pokok Agraria. Jika melihat sejarah pembentukan UUPA Undang-undang Pokok Agraria ini, maka bisa dilihat undang-undang ini berfokus kepada perubahan penguasaan kepemilikan tanah baik dalam segi politik maupun teknis. Dampak UU Agraria sendiri adalah terciptanya perubahan terhadap rakyat khususnya petani yang mencapai keadilan dan pemenuhan kebutuhan sehingga tidak lagi mengalami penderitaan. Meskipun sistem tanam paksa ini sangat merugikan bagi rakyat Indonesia akan tetapi ada hal positif yang juga didapatkan. Salah satunya adalah keterampilan bertani, berladang, mengenal tumbuh-tumbuhan, dan tekhnik memelihara tumbuhan pelaksanaan sistem tanam paksa ini pemerintah Belanda memiliki beberapa aturan yang tentu saja aturan-aturan yang diberlakukan diharapkan mampu membuat para pekerja mendapatkan haknya secara adil, dan juga sistem kerja yang efisien bisa terlaksana. Aturan tanam paksa di Indonesia diatur oleh Indisch Staatsblad No. 22 tahun 1834 dengan ketentuan sebagai berikutRakyat diwajibkan menyediakan tanah—secara sukarela—kurang dari 20% dari tanahnya sehingga dapat dijadikan lahan untuk menanam berbagai jenis tanaman yang hasilnya panen tersebut akan diekspor ke pajak untuk tanah yang disediakan oleh rakyat karena sudah dianggap sebagai alat pembayaran aturan kepada rakyat yang tidak memilik tanah untuk dijadikan lahan, agar menggantinya dengan bekerja di pabrik atau di perusahaan Belanda dengan waktu hingga 66 yang diberikan kepada rakyat untuk mengerjakan tanaman hanya selama kurang lebih tiga bulan sejak dimulainya terdapat kelebihan hasil dari produksi tanaman yang berada diluar ketentuan maka hasil tersebut akan diserahkan kepada akibat bencana alam atau tanaman terserang yang berakibat gagal panen maka akan ditanggung oleh pemerintah pelaksanaa aturan tanam paksa diserahkan dan diawasi oleh kepala desa, sedangkan pemerintah Belanda hanya mengawasi pada bagian kontrol panen dan juga transportasi sehingga bisa dijalankan dalam waktu yang tetapi, aturan yang diberlakukan oleh pemerintah Belanda ini menyebabkan penderitaan bagi rakyat. Karena pada kenyataannya pemerintah Belanda melaksanakan aturan tanam paksa di Indonesia tersebut dengan tidak sesuai ketentuan sehingga banyak aturan yang dilanggar dan dilaksanakan dengan cara tidak manusiawi. Seperti, para petani dipaksa bekerja melebih batas waktu yang telah ditentukan pada perjanjian sebelumnya. Selain itu, pelanggaran aturan kerja juga terdapat pada masalah pajak, di mana rakyat tetap diwajibkan membayar pajak dan menanam tanaman ekspor. Tentu saja hal ini tidak sesuai karena aturan yang berlaku adalah rakyat dibebaskan dari pajak atas tanahnya yang dijadikan aturan lainnya juga ditemukan pada sistem kegagalan panen yang bisa saja disebabkan oleh bencana. Pada kenyataannya kegagalan panen ini malah dilimpahkan dan menjadi tanggung jawab petani. Selain itu, para petani dipaksa bekerja dalam bentuk kerja rodi demi kepentingan pemerintah Belanda demi menutupi kegagalan panen tersebut. Kemudian, ditemukan pula pelanggaran lainnya, yaitu penyerahan pembayaran dari selisih pajak dan nilai yang dihasilkan dari panen. Pada kenyataannya petani tidak memperoleh keuntungan dari sistem selisih tersebut dan pembayaran yang diterima hanya tanam paksa memang sangat menguntungkan bagi Belanda, akan tetapi beberapa dampak sangat dirasakan oleh rakyat Indonesia. Di antaranya adalah dampak Tanam paksa di bidang politik dan juga dampak lain seperti timbulnya wabah penyakit yang menyerang petani, kemudian kelaparan juga tidak bisa terhindarkan, serta ancaman kemiskinan semakin menjadikan rakyat sengsara. Di samping dampak tersebut, ternyata ada nilai positif yang bisa didapatkan oleh bagi rakyat Indonesia. Bisa dirasakan—hingga sekarang—dengan bertambahnya ilmu dan pengetahuan tentang teknologi baru yang telah diajarkan oleh pemerintah Belanda. Seperti, pengetahuan baru tentang jenis biji-bijian dan tumbuhan, serta cara atau teknik penanaman. Selain itu juga pemahaman baru tentang ekonomi yang meskipun tidak langsung memengaruhi dan meningkatkan perekonomian pada masa itu.
- Selama masa pemerintahannya 1816-1942, pemerintah Belanda menerapkan berbagai kebijakan, salah satunya tanam paksa untuk mengekploitasi sumber daya alam dan manusia di Indonesia. Sistem tersebut mulai berlaku pada 1830, di bawah pimpinan Gubernur Jenderal, Johannes van den tanam paksa ini memaksa para petani pribumi untuk menanam komoditas ekspor dengan suka rela. Dalam pelaksanaanya, sistem tanam paksa ditulis dalam Stadsblad atau lembaran negara tahun 1834 No 22. Namun, dalam pelaksanaanya terjadi penyimpangan sistem tanan paksa yang dilakukan pemerintah Belanda. Baca juga Dampak Tanam Paksa bagi Rakyat IndonesiaBerdasarkan buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 2005 karya Ricklefs, penyimpangan sistem tanam paksa yang terjadi di antaranya Tanah petani yang ditanami komoditas ekspor lebih dari 1/5 atau seperlima bagian. Hal ini agar pejabat residen dan kaum priayi mendapatkan bonus dari hasil prosenan tanaman. Tanah yang telah ditanami tanaman wajib dikenakan pajak oleh pejabat residen. Waktu tanam dari tanaman wajib, melebihi ketentuan yang seharusnya kurang dari 66 hari. Petani bertanggung jawab penuh atas kerugian akibat gagal panen. Sisa kelebihan panen dari jumlah pajak tidak dikembalikan kepada petani. Penyimpangan pembagian tanah Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo dalam bukunya Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial Ekonomi 1991, menjelaskan penyimpangan tanam paksa pada pembagian tanah. Bagian tanah yang diminta untuk ditanami tanaman ekspor melebihi dari seperlima bagian sepertui yang ditentutakan. Misalnya sampai sepertiga atau setengah bagian, bahkan sering seluruh tanah menjadi tanaman ekspor. Baca juga Di Manakah Tanam Paksa Dilaksanakan? Pembayaran setoran hasil tanaman banyak yang tidak ditepati menurut jumlah yang diserahkan. Pengerahan tenaga kerja perkebunan ke tempat-tempat yang jauh dari desa tempat tinggal penduduk juga tidak diberi upah sepadan. Bahkan banyak pekerja atau petani yang tidak hanya menanam dan memanen tanaman ekspor, tetapi juga kerja rodi di pabrik-pabrik tanpa tambahan upah. Beberapa contoh kasus penyimpangan terkait pengerahan tenaga kerja, yaitu Di Rembang sebanyak keluarga dipaksa untuk bekerja di lahan penanaman tanaman ekspor selama delapan bulan, dengan upah rendah, yaitu toga duit sehari. Sejumlah penduduk Priangan dikerahkan untuk penanaman nila atau indigo di lokasi yang jaraknya jauh dengan tempat tinggal selama tujuh bulan tanpa upah tambahan. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tanam Paksa – Pengertian, Tujuan, Latar Belakang & Van den Bosch– – Tanam Paksa Cultuurstelsel ialah suatu sistem yang bertujuan dan bermanfaat bagi belanda. Tanam paksa merupakan peraturan mempekerjakan seseorang dengan paksa yang sangat merugikan pekerja dan tampa diberi gaji dan tampa istirahat. Sistem tanam paksa telah menjadi sejarah bagi rakyat Indonesia. Jalannya Sistem Tanam Paksa Gubernur Jendral Van den Bosch memberlakukan sistem ini dengan mengambil pelajaran dari sistem pajak tanah yang gagal pada era sebelumnya oleh Raffles, dari sistem pajak tanah yang tidak mampu membuat para penduduk pribumi meningkatkan tanaman ekspor maka Gubernur Jendral Van den Bosch mecoba untuk meningkatkan hasil tanaman ekspor dengan mengadakan kerjasama dengan para Bupati dan pejabat daerah yang dekat dengan rakyat. Artinya sistem feodal di pedesaan harus dimanfaatkan agar para petani mampu menghasilkan tanaman ekspor yang banyak, untuk itulah Gubernur Jendral Van den Bosch mencoba untuk mengadakan kerjasama dengan para pegawai pemerintahan yang dekat dengan petani. Sistem tanam paksa ini bisa dikatakan sebagai bentuk pembaharuan dari sistem pajak tanah yang pernah dilakukan oleh VOC selama dua abad, mengapa seperti itu? Hal ini dikarenakan para penduduk pribumi juga dikenakan pajak oleh Gubernur Jendral Van den Bosch, yang mana pajak yang dikenakan bukan berupa uang melainkan berupa tanaman ekspor yang telah mereka tanam. Pajak berupa hasil pertanian mereka ini juga menjadi ciri dari sistem tanam paksa yang dilakukan oleh Jendral Van den Bosch, hasil dari pajak-pajak tersebut kemudian dikirim ke negeri Belanda untuk dijual kepada pembeli dari Amerika dan Eropa dengan harga yang dapat menguntungkan Belanda. Sistem pajak tanah yang berlangsung selama tahun 1810-1830, penanaman dan penyerahan wajib telah dihapuskan kecuali daerah Parahyangan dan Jawa Barat. Namun didaerah Parahyangan para penduduk pribumi diwajibkan menanam kopi dan pajak yang diserahkan kepada pihak Belanda harus berupa kopi yang telah ditanam oleh penduduk pribumi, sedangkan untuk tanaman yang lainnya tidak terdapat wajib pajak. Namun pajak yang menjadi beban petani kepada bupati tidaklah termasuk dalam pembebesan pajak oleh pemerintah kolonial Belanda, hal ini dilakukan karena dalam masyarakat terdapat beberapa pajak yaitu pajak yang diberikan kepada pemerintah kolonial Belanda dan pajak yang diserahkan kepada Bupati ataupun pihak pemerintah yang terdapat di daerah-daerah. Sistem pajak tanah dengan memberikan hasil pertanian ini dianggap akan berhasil oleh Jendral Van den Bosch, karena Jendral Van den Bosch berpendapat bahwa pajak tanah yang diterapkan pada era sebelumnya sangat menyiksa petani. Hal ini dikarenakan petani harus membayar pajak tanah hampir setengah dari penghasilan mereka dalam bertani, sehingga sistem pajak tanah yang diterapkan oleh Jendral Van den Bosch ini tergolong pajak yang menguntungkan rakyat. Baca Juga Sejarah Terbentuknya PBB Menurut Para Ahli Van den Bosch menyusun program yang termuat pada lembaran negara Staatsblad Tahun 1834 sebagai berikut Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian tanah milik mereka untuk penanaman tanaman dagangan yang dapat dijual dipasar Eropa. Bagian tanah tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak boleh melebihi seperlima tanah pertanian yang dimiliki oleh penduduk di desa. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagang tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah. Tanaman dagang yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda jika nilai hasil-hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, selisih profitnya harus diserahkan kepada rakyat. Panen tanaman dagangan yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah, sedikit-dikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau ketekunan dari pihak rakyat. Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka dibawah pengawasan kepala-kepala mereka, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman-tanaman berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya. Pelaksanaan Tanam Paksa pada dasarnya melibatkan berbagai unsur pokok, antara lain yaitu birokrasi pemerintahan Barat, para kepala-kepala pribumi, organisasi desa, tanah pertanian rakyat, tenaga kerja rakyat, pengusaha dan modal swasta Barat. Ketentuan-ketentuan tersebut memang kelihatan tidak terlampau menekan rakyat, namun didalam praktiknya seringkali menyimpang, karena tujuan Tanam Paksa adalah menguras kekayaan bangsa Indonesia melalui bidang pertanian dengan cara memaksa rakyat untuk menanam tanaman tertentu lada, teh, tembakau, tebu, dan kopi yang sangat laku dipasaran Eropa. Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut Perjanjian tersebut seharusnya dilakukan dengan suka rela, tetapi dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara paksaan. Pemerintah kolonial memanfaatkan para bupati dan kepala-kepala desa untuk memaksa rakyat agar menyerahkan tanah mereka. Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Seringkali tanah tersebut sepertiga, bahkan semua tanah desa digunakan untuk tanam paksa. Hal itu dimaksudkan antara lain untuk memudahkan pengerjaan, pengairan, dan pengawasan, pembagian luas tanah untuk tanam paksa dalam tahun 1883. Pengerjaan tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi, misalnya penanaman nila di daerah Parahyangan, penduduk di daerah Simpur, misalnya dikerahkan untuk menggarap perkebunan yang letaknya jauh dari desa mereka. Pengerahan tenaga tersebut dilakukan selama tujuh bulan dan mereka tidak terurus, sedangkan pertanian mereka sendiri terbengkelai. Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan kepada petani. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani. Buruh yang seharusnya dibayar oleh pemerintah dijadikan tenaga paksaan, seperti yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Sebanyak keluarga selama 8 bulan setiap tahun diharuskan mengerjakan tanaman dagang dengan upah yang sangat kecil. Selain itu, rakyat harus menyerahkan balok, bambu, dan kayu untuk pembuatan bangunan yang akan digunakan untuk tanaman tembakau. Baca Juga Zaman Mesolitikum Guna menjamin agar para bupati dan kepala desa menunaikan tugasnya dengan baik, pemerintah kolonil memberikan perangsang yang disebut CultuurProcenten disamping penghasilan tetap. Cultuur Procenten adalah bonus dalam prosentase tertentu yang diberikan kepada para pegawai Belanda, para Bupati, dan kepala desa apabila hasil produksi di suatu wilayah mencapai atau melampaui target yang dibebankan. Cara-cara itu menimbulkan banyak penyelewengan, baik dalam merekrut jumlah tenaga kerja maupun dalam memaksa penduduk untuk menanami tanah yang luasnya melampaui ketentuan. Dalam hal ini pemerintah kolonial bersikap tutup mata selama hal itu menguntungkan kas negara, akan tetapi penyelewengan tersebut membuat rakyat jelata menjadi sengsara. Akan tetapi selama dua puluh tahun pertama dari pelaksanaan sistem Tanam Paksa, yaitu tahun 1830-1850 beban berat yang harus ditanggung oleh rakyat adalah kerja paksa. Pemerintah kolonial mengerahkan tenaga rakyat untuk pembangunan dan pemeliharaan fasilitas umum, antara lain jalan raya, jembatan, dan waduk. Di samping itu, rakyat juga dikerahkan antara lain dalam pembangunan dan pemeliharaan rumah-rumah pegawai kolonial, mengantar surat dan barang serta menjaga gudang. Akan tetapi, yang paling berat bagi rakyat adalah pembangunan. Dampak dan pengaruh yang disebabkan tanam paksa Pembagian tanaman yang wajib ditanam oleh para petani Indonesia, yaitu tanaman musiman dan tanaman tahunan. Tanaman musiman meliputi gula, nila, dan tembakau, sedangkan tanaman tahunan meliputi lada, kopi, teh, dan karet. Pembagian dilakukan karena tanaman musiman dapat berseling dengan tanaman padi untuk kehidupan rakyat, sedangkan untuk tanaman tahunan tidak dapat berotasi dengan tanaman padi sehingga para petani bisa dibilang rugi. Bahwa tanaman wajib ditanam oleh petani adalah gula dan kopi, dari kedua tanaman ini salah satunya merupakan jenis tanaman tahunan yang mana tidak dapat diselingi dengan tanaman padi sehingga merugikan petani. Selain itu jika dilihat dari tanah yang digunakan untuk penanaman tebu memerlukan tanah yang diirgasi sama dengan padi, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasannya petani diharuskan merelakan sawah mereka untuk penanaman tebu. Selain itu masyarakat juga memiliki pekerjaan wajib, yaitu menanam, memanen, dan menyerahkan hasil pertanian mereka kepada Belanda. Baca Juga Dampak Pendudukan Jepang Di Indonesia Pelaksanaan Tanam Paksa membawa dampak sebagai berikut Bagi Belanda Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran Eropa. Di samping tiga tanaman pokok seperti yang telah disebutkan di atas, pemerintah kolonial juga menerapkan penanaman tembakau dan teh secara paksa. Akan tetapi hasilnya tidak sesukses ketiga jenis tanaman pokok. Oleh karena itu, kedua tanaman itu kemudian dihapuskan dari jenis tanaman paksa. Perusahaan pelayaran Belanda yang semula kembang kempis, tetapi pada masa Tanam Paksa mendapat keuntungan besar. Pengangkutan hasil produksi tanaman dari Jawa ke Eropa semuanya diangkut oleh kapal-kapal milik atau dikontrak perusahaan Nederlandsche Handel Maatshappij NHM, yang didirikan tahun 1824, perusahaan ini kemudian tumbuh menjadi perusahaan raksasa sampai sekarang. Pabrik-pabrik gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta Cina, kemudian dikembangkan oleh pengusaha Belanda karena keuntungannya besar. Belanda mendapatkan keuntungan Batiq Slot yang besar. Keuntungan Tanam Paksa pertama kali pada tahun 1834 sebesar 3 juta gulden. Pada tahun-tahun berikutnya rata-rata sekitar 12 sampai 18 juta gulden. Jadi dalam koron waktu 35 tahun diperoleh keuntungan £ gulden sehingga hutang-hutang Belanda dapat dilunasi, kelebihannya digunakan untuk keperluan lain. Bagi Indonesia Dampak tanam paksa bagi bangsa Indonesia sendiri sangat merugikan bangsa ,antara lain Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan Beban pajak yang berat. Pertanian Khususnya padi banyak mengalami kegagalan panen di Cirebon 1832, sebagai akibat dari pemungutan pajak tambahan dalam bentuk beras, di Demak 1848, dan di Grobogan 1849-1850 sebagai akibat kegagalan panen. Penduduk ketiga daerah tersebut rakyatnya mengalami kelaparan yang menelan korban jiwa yang cukup besar, sementara ribuan orang yang lain terpaksa mengungsi ke daerah lain. Sementara hasil-hasil Tanam Paksa sangat mengesankan bagi pemerintah kolonial, namun bagi petani sistem ini menyebabkan tanaman tradisional mereka seperti padi mengalami kemunduran. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain karena kebanyakan pegawai pemerintah kolonial hanya mementingkan penanaman tanaman yang laku dipasaran dunia, sedangkan tanaman padi diabaikan. Padahal dari sektor ini beban yang dipikul cukup berat akibat pertambahan jumlah penduduk, baik secara alamiah kelahiran maupun karena adanya migrasi atau perpindahan sektor pekerjaan dari sektor lain ke pertanian padi. Jumlah penduduk Indonesia menurun Sebagai contoh penduduk Demak merosot jumlahnya dari orang menjadi orang sementara di daerah Grobogan dari orang merosot hingga tinggal 9000 orang saja. Disintegrasi sosial dalam struktur masyarakat Indonesia Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan pengaruh antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat, sehingga menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya. Dampak tanam paksa yang membawa keuntungan bagi bangsa Indonesia sendiri antara lain Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru yang layak ekspor seperti kopi, nila, lada, tebu. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor. Diperkenalkannya mata uang secara besar – besaran sampai lapisan terbawah masyarakat Jawa. Perluasan jaringan jalan raya. Meskipun tujuannya bukan untuk menaikan taraf hidup masyarakat Indonesia melainkan guna kepentingan pemerintah Belanda sendiri, tetapi hal ini mencipatakan kegiatan ekonomi baru orang Jawa dan memungkinkan pergerakan penduduk desa masuk ke dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan uang. Berkembangnya industrialisasi di pedesaan Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotong royong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan Tanam Paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari. Baca Juga Jenis Manusia Purba Pengaruh Sistem Tanam Paksa Bidang Sosial Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri. Penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya. Tanam paksa secara tidak sengaja juga membantu kemajuan bagi bangsa Indonesia, dalam hal mempersiapkan modernisasi dan membuka jalan bagi perusahaan-perusahaan partikelir bagi bangsa Indonesia sendiri. Peranan bahasa melayu dan bahasa daerah dikalangan penguasa Bidang Ekonomi Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotong royong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah, mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari. Tokoh-tokoh penentang tanam paksa Muncul reaksi berupa perlawanan. Pada sisi yang lain, orang-orang Belanda sendiri juga banyak yang menentangnya. Sistem tanam paksa ditentang, baik secara perseorangan maupun melalui parlemen di Negeri Belanda. Golongan yang menentang tanam paksa di Indonesia sendiri terdiri atas golongan bawah yang merasa iba mendengar keadaan petani yang menderita akibat tanam paksa. Mereka menghendaki agar tanam paksa dihapuskan berdasarkan peri kemanusiaan. Kebanyakan dari mereka diilhami oleh ajaran agama. Sementara itu dari golongan menengah yang terdiri dari pengusaha dan pedagang swasta yang menghendaki agar perekonomian tidak saja dikuasai oleh pemerintah namun bebas kepada penanam modal. Tokoh Belanda yang menentang pelaksanaan Sistem tanam paksa di Indonesia, antara lain sebagai berikut Baca Juga Teks Proklamasi Eduard Douwes Dekker 1820–1887 Eduard Douwes Dekker atau Multatuli sebelumnya adalah seorang residen di Lebak, Serang, Jawa Barat. Ia sangat sedih menyaksikan betapa buruknya nasib bangsa Indonesia akibat sistem tanam paksa dan berusaha membelanya. Ia mengarang sebuah buku yang berjudul Max Havelaar lelang kopi perdagangan Belanda dan terbit pada tahun 1860. Dalam buku tersebut, ia melukiskan penderitaan rakyat di Indonesia akibat pelaksanaan sistem tanam paksa. Selain itu, ia juga mencela pemerintah Hindia-Belanda atas segala kebijakannya di Indonesia. Eduard Douwes Dekker mendapat dukungan dari kaum liberal yang menghendaki kebebasan. Akibatnya, banyak orang Belanda yang mendukung penghapusan Sistem Tanam Paksa. Baron van Hoevell 1812–1870 Selama tinggal di Indonesia, Baron van Hoevell menyaksikan penderitaan bangsa Indonesia akibat sistem tanam paksa. Baron van Hoevell bersama Fransen van de Putte menentang sistem tanam paksa. Kedua tokoh itu juga berjuang keras menghapuskan sistem tanam paksa melalui parlemen Belanda. Fransen van der Putte 1822-1902 Fransen van der putte yang menulis Suiker Contracten’ sebagai bentuk protes terhadap kegiatan tanam paksa. Golongan Pengusaha Golongan pengusaha menghendaki kebebasan berusaha, dengan alasan bahwa sistem tanam paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal. Akibat reaksi dari orang-orang Belanda yang didukung oleh kaum liberal mulai tahun 1865 sistem tanam paksa dihapuskan. Penghapusan sistem tanam paksa diawali dengan penghapusan kewajiban penanaman nila, teh, kayu manis 1965, tembakau 1866, tanaman tebu 1884 dan tanaman kopi 1916. Hasil dari perdebatan di parlemen Belanda adalah dihapuskannya cultuur stelsel secara bertahap mulai tanaman yang paling tidak laku sampai dengan tanaman yang laku keras di pasaran Eropa. Secara berangsur-angsur penghapusan cultuurstelsel adalah sebagai berikut. Pada tahun 1860, penghapusan tanam paksa lada. Pada tahun 1865, penghapusan tanam paksa untuk teh dan nila. Pada tahun 1870, hampir semua jenis tanam paksa telah dihapuskan. Karena banyaknya protes dan reaksi atas pelaksanaan sistem tanam paksa yang tidak berperikemanusiaan tidak hanya di negara Indonesia namun di negeri Belanda, maka sistem tanam paksa dihapuskan dan digantikan oleh politik liberal kolonial. Baca Juga Perjanjian Linggarjati Penghapusan Sistem Tanam Paksa Culturstelsel menghadapi berbagai masalah pada tahun 1840, tanda-tanda penderitaan di kalangan orang Jawa dan Sunda mulai tampak, khususnya di daerah-daerah penanaman tebu. Wabah-wabah penyakit terjangkit pada tahun 1846-1849, dan kelaparan meluas di Jawa Tengah sekitar tahun 1850. Sementara itu, pemerintah menetapkan kenaikan pajak tanah dan pajak-pajak lainnya secara drastis. Akibatnya rakyat menjadi semakin menderita. Penghapusan tanam paksa secara radikal berlangsung sesudah tahun 1860-an. Tanaman paksa lada dihapus pada tahun 1862. Penghapusan tanaman-tanaman paksa indigo dan teh pada tahun 1865. Ketika Fransen van den Putte menjadi menteri jajahan 1863-1866 melakukan berbagai perbaikan. Penanaman paksa tembakau dan tanaman lainnya, selain tebu dan kopi di Jawa dihapuskan. Undang-undang lain menghapuskan rodi di hutan jati, melarang memukul dengan rotan sebagai hukuman terhadap orang yang dianggap salah. Pada tahun 1864 Staten-Generaal menerima undang-undang Comptabiliteit, tetapi baru mulai berlaku tahun 1867. Undang-undang ini menetapkan bahwa biaya tahunan untuk Indonesia harus dibuat oleh Staten-Generaal sehingga Staten-Generaal langsung mempengaruhi arah kebijaksanaan pemerintahan di Indonesia. Kopi dan gula merupakan tanaman yang paling penting untuk mendapatkan keuntungan sehingga tanam paksa pada dua tanaman ini paling akhir dihapuskan. Undang-Undang Gula tahun 1870 ditetapkan bahwa pemerintah akan menarik diri atas penanaman tebu selama 12 tahun, yang dimulai pada tahun 1878. Penghapusan penanaman kopi baru berakhir di Priangan pada awal tahun1917, dan di beberapa daerah pesisir utara Jawa pada bulan Juni 1919. Keadaan sosial negara Belanda Belanda merupakan negara dengan jumlah penduduk paling padat di dunia, yaitu lebih dari 400 jiwa per km². Lebih dari 40% penduduknya menghuni kawasan Amsterdam, Harleem, Den Haag, Rotterdam, dan Utrecht. Pertumbuhan penduduk rata-rata 0,6% per tahun. Angka harapan hidup di Belanda telah mencapai angka 78,3 per tahun. Dari data UNDP, pada tahun 1990-2000 jumlah penduduk Belanda yang hidup di bawah garis kemiskinan ±7,3% dan jumlah tenaga kerja yang menganggur 0,8%. Pendapatan per kapita tahun 2002 sebesar 29,1 US$ dengan rata-rata pertumbuhan 2,2% per tahun. Penduduk Orang Belanda sebagian besar adalah keturunan bangsa Jerman yang menetap di wilayah tersebut di zaman kuno. Tapi Belanda juga telah menjadi tempat perlindungan bagi imigran dari berbagai negeri. Di antara mereka adalah orang-orang Yahudi yang diusir dari Spanyol dan Portugal di tahun 1500-an dan dianiaya di Jerman pada tahun 1900-an. Imigran terbaru datang dari bekas koloni Belanda yang sekarang menjadi negara Indonesia dan Suriname merdeka. Bahasa Bahasa Belanda adalah bahasa utama Belanda. Ini adalah bentuk dari bahasa Jerman Rendah yang diucapkan di wilayah utara. Bahasa ini pertama kali diucapkan oleh kaum Frank. Kaum Frank adalah orang-orang Jerman yang bermigrasi dari timur dan menetap di sana di tahun 300-an. Bahasa Belanda terkait dengan bahasa Jerman dan Inggris modern. Di provinsi utara Friesland, bahasa Frisian diterima sebagai bahasa resmi bersama dengan bahasa Belanda standar. Bahasa Frisian adalah bahasa Jermanik yang paling dekat dengan bahasa Inggris. Orang Belanda juga diajarkan untuk berbicara bahasa Inggris. Agama Orang Belanda terbagi rata antara pemeluk Katolik Roma dan Protestan. Orang Katolik cenderung hidup di selatan, sedang orang Protestan hidup terutama di utara dan barat. Sekte Protestan tunggal terbesar di negara ini adalah Gereja Reformasi Belanda. Belanda juga merupakan rumah bagi sejumlah kecil orang-orang Yahudi dan Muslim. Belanda memiliki tradisi panjang dalam hal toleransi beragama. Kebebasan beribadah dijamin dalam konstitusi. Pendidikan Sekolah-sekolah Belanda didukung pemerintah. Anak-anak diwajibkan untuk bersekolah dari usia 4 sampai 16 tahun. Setelah sekolah dasar, mereka dapat meneruskan ke salah satu dari beberapa jenis sekolah menengah, tergantung kemampuan. Sekolah-sekolah ini melengkapi siswa dengan pendidikan umum atau kejuruan perdagangan atau mempersiapkan mereka untuk memasuki universitas. Leiden University, yang tertua di negara ini, didirikan pada tahun 1575. Makanan dan Minuman Orang Belanda kebanyakan ramah dan sangat mencintai negaranya. Makanan Belanda sederhana dan lezat. Keju seperti Gouda dan Edam nama untuk kota-kota di mana mereka diproduksi dinikmati di seluruh dunia. Hidangan musim dingin yang khas adalah erwtensoep, yakni sup kacang kental. Baca Juga Konferensi Meja Bundar Makanan Indonesia sangat populer. Salah satunya adalah rijsttafel “rice table”, atau nasi dengan berbagai daging, ikan, dan masakan sayuran yang berbumbu. Masakan lainnya adalah nasi goreng, atau nasi goreng dengan udang, daging babi, atau ayam dan sebagainya. Ikan, terutama hering asin, merupakan bagian penting dari makanan Belanda. Belanda juga dikenal karena berbagai jenis bir lager dan ale. Kota-kota Besar Amsterdam adalah ibukota resmi dan kota terbesar di Belanda. Kota ini memiliki populasi sekitar jiwa dan merupakan pusat negara perdagangan, perbankan, dan industri Belanda. Den Haag, dengan jumlah penduduk jiwa, terletak sekitar 48 kilometer di selatan Amsterdam. Kota ini adalah pusat dari pemerintahan Belanda dan menjadi situs dari Mahkamah Internasional, organ dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Rotterdam, dengan populasi sekitar jiwa, adalah kota terbesar kedua di negara itu. Rotterdam-Europoort adalah pelabuhan terbesar di dunia dan pintu gerbang untuk banyak pengiriman Eropa Barat. Kota Belanda terkenal lainnya adalah Haarlem, sebuah kota pasar bunga; Groningen, pusat pasar di utara; Eindhoven, pusat industri; dan kota-kota universitas tua Leiden dan Utrecht. Pemerintah Kerajaan Belanda adalah monarki konstitusional. Keluarga kerajaan termasuk ke dalam House of Orange-Nassau yang didirikan oleh William I, Pangeran Nassau dan Pangeran Orange, di tahun 1500-an. Semua raja Belanda di tahun 1900-an adalah Ratu. Ratu Wilhelmina memerintah dari tahun 1890 ke 1948. Ratu Juliana memerintah dari tahun 1948 sampai 1980 dan Ratu Beatrix memerintah dari tahun 1980 sampai 2013. Ketika Beatrix pensiun, anaknya, Willem-Alexander, menjadi raja. Raja berfungsi sebagai kepala negara. Tapi kepemimpinan pemerintah sebenarnya terletak pada Dewan Menteri. Dewan dipimpin oleh seorang perdana menteri. Lembaga legislatif adalah Staten Generaal Serikat Umum, terdiri atas dua majelis. 75 anggota Eerste Kamer Majelis Pertama dipilih oleh dua belas dewan provinsi untuk masa jabatan 4 tahun. 150 anggota Tweede Kamer Majelis Kedua dipilih langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 4 tahun. Legislasi dilakukan di Majelis Kedua dan harus disetujui oleh Majelis Pertama. Perdana menteri dan anggota kabinet lainnya diangkat oleh raja dari partai politik dengan mayoritas di Staten Generaal. Dewan Negara dipimpin oleh raja dan berfungsi sebagai badan Demikian penjelasan artikel diatas tentang Tanam Paksa – Pengertian, Tujuan, Latar Belakang & Van den Bosch semoga bermanfaat bagi semua pembaca
yang tidak termasuk ketentuan tanam paksa adalah